Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) menegaskan pembuat maupun penyebar hoax tak dapat bersembunyi. Bahkan, meski telah berupaya menghilangkan jejak digital, misalnya dengan cara menghapus konten yang telah diunggah di media sosial, mereka tetap dapat diburu.
“Kita harus sadar, di ruang digital kita nggak bisa bersembunyi. Mau pakai nama palsu, fotonya siapa, kami (Kominfo) bisa temukan,” kata Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan, dalam diskusi bertajuk ‘Milenial dalam Pusaran Hoax dan Masa Depan’ di Jakarta Selatan, Rabu (16/10/2019).
Semuel mencontohkan kasus seorang paedofil yang menggunakan identitas palsu di media sosial dan mengaku sebagai dokter kandungan. “Laki-laki mengaku dokter kandungan, ketangkap juga. Nggak bisa sembunyi di ruang digital,” sambung Semuel.
Semuel juga menggambarkan kondisi ruang siber. Saat konten hoax yang diciptakan atau disebar akhirnya viral, lalu pelaku menghapus postingan tersebut, maka upayanya sia-sia.
“Apa yang kita posting belum bisa 100 persen dihapus misalnya (unggahan) soal kontainer Priok (7 kontainer surat suara tercoblos) hilang (di laman media sosial), yang capture sudah banyak, ada archives yang mengumpulkan,” ujar Semuel.
“Paling banyak kerja sama dengan Polri untuk melakukan penegakan hukum,” imbuh dia.
Semuel pun menerangkan Kominfo menyediakan situs stophoax.id sebagai sarana masyarakat mengecek kebenaran berita atau informasi yang diterima.
Terakhir, Semuel menekankan angka hoax melonjak mendekati dan saat momen politik. Namun saat ini, hoax tentang kesehatan juga menunjukkan peningkatan. Hoax tersebut bisa berisi bahaya konsumsi bahan makanan.
“Angka penyebaran hoax, tiap bulan begitu mendekati pemilu makin banyak. Tapi saat ini hoax banyak terkait kesehatan, isinya ‘hati-hati, makanan ini mengandung ini’ atau ‘jangan pakai makan ini’, ternyata hoax,” tutup dia.
sumber : detik.com