Cilegon – Pemilu 2024 di Indonesia akan banyak melibatkan pemilih pemula. Mereka harus dihindarkan dari hoaks terutama terkait pemilu. Caranya, dengan mengedukasi anak muda agar mereka kritis dan skeptis saat menerima informasi terkait pemilu.
Hal itu dilakukan Koalisi Cek Fakta yang terdiri dari Mafindo (Masyarakat Antifitnah Indonesia), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), dan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) yang menggelar focus group discussion (FGD), Minggu (15/10/2023), di Banten.
Sejumlah survey menunjukkan generasi milenial dan generasi Z diprediksi menjadi kelompok pemilih dengan proporsi terbesar di pemilu 2024. Pemilih muda atau pemilih milenial merupakan pemilih dengan rentang usianya antara 17-37 tahun.
Pada pemilu serentak 2024, diprediksi jumlah pemilih muda akan mengalami peningkatan. Jika berkaca pada pemilu serentak 2019, data dari KPU jumlah pemilih muda sudah mencapai 70 juta – 80 juta jiwa dari 193 juta pemilih. Ini artinya 35%-40% pemilih muda sudah mempunyai kekuatan dan memiliki pengaruh besar terhadap hasil pemilu yang nantinya berpengaruh kepada kemajuan bangsa.
Tapi persoalan lain yang bisa terjadi pada keikutsertaan para pemilih muda dalam pesta demokrasi itu, mereka juga bisa berpeluang menjadi penyumbang “golput” dalam pemilu 2024. Itu akan terjadi jika pemilih pemula tak peduli terhadap pemilu. Atau malah terjebak hoaks atau informasi sesat mengenai pemilu.
Koalisi Cek Fakta diluncurkan pada bulan Mei 2018, dengan dukungan dari Google News Initiative, Internews, dan First Draft, telah bekerja sama dengan 25 perusahaan media dan mengembangkan platform Cek Fakta melalui media masing-masing dan berkonstribusi aktif dalam berbagi tugas dan distribusi hasil pemeriksaan fakta pada situs bersama Cek Fakta.
Mendekati momentum pemilu serentak yang akan digelar pada tahun 2024, Koalisi Cek Fakta menggelar kegiatan Diskusi Terpumpun atau FGD di 10 wilayah di Indonesia, salah satunya yaitu di wilayah Banten. FGD Banten berlangsung pada hari Minggu, 15 Oktober di The Royale Krakatau Hotel, Cilegon, Banten dengan mengundang 25 mitra dari berbagai latar belakang komunitas, organisasi, dan pemangku kepentingan.
Sesuai dengan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) yang dirilis oleh Bawaslu, Banten merupakan daerah peringkat keempat secara nasional sebagai kelompok rawan tinggi. Dengan FGD ini disusun bersama bentuk kerja sama dan kolaborasi antarmitra, serta dapat disusun acuan kerja dalam membongkar dan mengantisipasi hoaks.
Kegiatan FGD Banten diawali dengan pembacaan deklarasi Masyarakat Antifitnah Indonesia Wilayah Banten (Mafindo Banten) yang dibacakan oleh Hikmatullah, selaku Plt Korwil Mafindo Banten. Pengurus Mafindo Wilayah Banten dikukuhkan oleh Puji F. Susanti selaku anggota Presidium yang membawahi Organisasi dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (OPSDM).
Setelah sesi deklarasi, para mitra undangan mendapatkan paparan pemahaman terkait kegiatan-kegiatan Program Cek Fakta. Program Cek Fakta meliputi beberapa kelas edukasi (Kelas Cek Fakta dan Kelas Prebunking), Kampanye Prebunking, Learning Management System (LMS) yang berisi kelas-kelas edukasi daring, hibah penelitian, pembuatan konten-konten prebunking, board game antihoaks, dan pengembangan situs Cek Fakta.
Mitra-mitra undangan FGD Banten di antaranya Harian Kabar Banten, KPU Provinsi Banten, Bawaslu Provinsi Banten, Pertuni (mewakili disabilitas tuna netra), Perkumpulan Urang Banten (PUB), LBH Tajuza Azari, Muhammadiyah, Gusdurian Banten, Pramuka Kwarda Banten, PGRI Provinsi Banten, HMI, PPMN, JRK, GP Anshor Banten, IMIKI Banten, ICMI Banten, HMI Banten, Perwakilan Pers Mahasiswa, Perwakilan komunitas Film pendek dan dokumenter, Museum Literasi, perwakilan influencer, dan PKC PMII Banten.
Boni Soehakso selaku Ketua Komite OPSDM menyampaikan Mafindo memiliki komitmen dalam membongkar dan mengantisipasi hoaks, melalui berbagai edukasi dan kegiatan antihoaks. Pernyataan serupa ditambahkan oleh Puji F. Susanti, Presidium OPSDM sekaligus Koordinator Community of Reach Program Cek Fakta, menyatakan bahwa Mafindo sebagai organisasi antihoaks telah melakukan edukasi antihoaks dengan berbagai modul ajar.
Melalui Program Cek Fakta, Mafindo selama empat bulan (mulai Juli hingga Oktober) telah mengadakan 34 Kelas Prebunking, 22 kelas Cek Fakta, dan 40 Kampanye Prebunking. Dan ini masih akan bertambah lagi hingga akhir Oktober.
Diskusi berlangsung selama dua jam dan berjalan dengan lancar, dipimpin oleh dua fasilitator, yaitu Hikmatullah dan Haris Julianto. Pada FGD kali ini, para mitra menceritakan pengalaman masing-masing soal hoaks. Salah satunya Abdullah dari Jaringan Komunitas Radio Indonesia (JKRI) Banten.
“Orang di ujung jempol saja sudah bisa menerima hoaks karena percepatan media sosial. Contoh di era pandemi, masyarakat banyak dibodohi karena berita hoaks yang menggiring opini masyarakat soal kandungan vaksin yang disebut-sebut dapat memberikan reaksi negative terhadap tubuh,” ujar dia.
Abdullah menyampaikan tantangan terbesar komunitas yang dilaluinya selama ini dalam menangkal hoaks. “Sebetulnya hoaks yang paling bahaya adalah menyebar kepada institusi pemangku kebijakan karena jika institusi juga kurang edukasi hoaks, bagaimana dengan masyarakat yang percaya kepada institusi yang sangat mudah terkena bahaya hoaks yang beredar. Kemudian minimnya media untuk menganter hoaks di Indonesia. Teman-teman radio selalu memberikan edukasi dan program hal hal baik kepada pendengar.”
Dampak terburuk soal berita hoaks juga turut dibahas dalam FGD. Seperti pengalaman Liah Luliah dari Bawaslu Banten.
“Saat ini dampak buruk yang masih terjadi pada penyelenggara Pemilu adalah dengan masih banyaknya konten hoaks yang menyerang penyelenggara pemilu yang akhirnya menyebabkan kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap kinerja penyelenggara pemilu. Namun, hingga saat ini Bawaslu terus berupaya untuk melangsungkan berbagai kegiatan dan bekerja sama dengan meta untuk bisa men-take down berita-berita bohong di WhatApps dan Facebook untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat,” jelas Liah Luliah.
Tak hanya itu, FGD mengupas tuntas pula tantangan berbagai mitra dalam mengawal hoaks seperti yang dilontarkan oleh Aas Satibi dari KPU Provinsi Banten.
“Berkaitan dengan pemilu, kami telah mengupayakan bagaimana ke depan pemilu berkaitan dengan hoaks dapat diminimalkan. Dari apa yang kami pelajari isu yang beredar bukan lahir dari kelompok tidak terdidik, justru dari kelompok terdidik. Sejauh yang kami tahu yang berkaitan dengan hoaks itu sengaja diproduksi, merugikan siapa dan menguntungkan siapa itu saja kuncinya. Ini sebenarnya berkaitan dengan komitmen dan kesadaran yang menurut saya masih rendah, dimana masih ada yang memiliki kepentingan tertentu di luar bahkan didalam wadah yang jelas-jelas harusnya dapat menangkal segala bentuk hasut, fitnah bahkan ujaran kebencian,” terang Aas Satibi.
Nurbadriyah dari PPMN (Persatuan Penulis Muda Nasional) turut melontarkan tantangannya dalam menangkal hoaks.
“Menurut saya tantangan paling umum yang menyebabkan masih maraknya hoaks karena keberadaan hoaks lebih banyak daripada yang tahu bagaimana cek fakta, virusnya cepat menyebar imunnya tidak divaksin. Terjadilah berbagai misinformasi dan disinformasi,” paparnya.
Peserta FGD juga menandatangani Deklarasi Kolaborasi melawan misinformasi dan disinformasi menjelang pemilu. Rencana kerja tindak lanjut (RKTL) juga disusun selama diskusi, dengan harapan masyarakat Banten bersama Mafindo maupun Koalisi Cek Fakta bisa mewujudkan erja kolaboratif nyata.