Jakarta – Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) melaksanakan kongres untuk pertama kalinya pada Selasa, 22 Agustus 2017, dihadiri oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK).
Dalam sambutannya, JK mengakui peran penting media siber dalam memberikan informasi secara cepat kepada masyarakat, dan mengimbau agar kecepatan informasi itu diimbangi dengan objektivitas dan akurasi.
Secara khusus JK mengingatkan agar para anggota AMSI menyampaikan berita yang dapat dipertanggungjawabkan, serta sesuai UU Pers, Kode Etik Jurnalistik dan Pedoman Media Siber.
“Saya datang ke sini karena Andalah yang sekarang memengaruhi orang di Indonesia. Andalah yang memberikan input setiap hari. Kalau input-nya benar, maka akan benar. Tetapi kalau input-nya salah, ya tentu salah pikiran orang,” kata JK dalam acara yang digelar di Hotel Akmani Jakarta tersebut.
Wapres juga berpesan agar terbentuknya AMSI dapat memberikan banyak manfaat untuk masyarakat dan bangsa, karena adanya media siber membuat informasi begitu cepat menyebar, baik itu yang positif maupun yang negatif. Apabila media siber menyebarkan hoax atau fitnah, hal tersebut bisa dengan mudah menyulut perkelahian di masyarakat.
Kongres pertama AMSI ini merupakan pelaksanaan amanat dari Deklarasi AMSI yang digelar di Gedung Dewan Pers, Jakarta Pusat, pada 18 April 2017 lalu. Anggota AMSI hingga saat ini juga terus bertambah mencapai 300 media siber dari berbagai daerah di Indonesia.
Ketua Panitia Kongres AMSI, Adi Prasetya mengatakan asosiasi ini lahir karena panggilan para jurnalis yang resah dengan kondisi media siber di Indonesia, di mana berita-berita hoax dan fitnah begitu marak beredar.
“Hari ini kita bersama-sama memulai sejarah baru dalam dunia siber di Indonesia. Karena lebih dari 20 tahun keberadaan media siber di Indonesia, baru kali ini kita memiliki asosiasi yang benar-benar konsen untuk bersama-sama meningkatkan kualitas dan profesioalisme media siber,” ujar Adi.
“AMSI ingin menjadi bagian dari elemen bangsa untuk mengajak masyarakat agar pintar-pintar dalam memilih mana kabar baik, kabar bohong, dan sebagainya. AMSI bersama pelaku media siber ingin merapatkan barisan untuk saling asah, asih, asuh, dan kasih, bisa tumbuh dan berkembang bersama menciptakan lingkungan yang baik bagi perkembangan dunia digital.”.
Sementara itu, Ketua Umum Presidium AMSI Wenseslaus Manggut mengatakan beberapa agenda penting yang dibahas dalam kongres ini yaitu pembentukan pengurus baru AMSI serta pembahasan program kerja.
“Dari kongres ini, kita berharap kepengurusannya terbentuk, lalu seluruh persyaratan menjadi anggota AMSI disepakati di kongres ini, kemudian bagaimana cara untuk menghidupkan asosiasi ini. Kita tidak mau bergantung pada siapa-siapa, sehingga kongres ini juga memikirkan nasib asosiasi ini, dananya dari mana, bagaimana membuat supaya teman-teman media digital prudent untuk dua hal, yaitu prudent dari sisi regulasi industrinya dan prudent dari sisi regulasi jurnalismenya,” tutur Wenseslaus.
Wenseslaus menambahkan lahirnya AMSI pada 18 April 2017 lalu salah satunya didasari karena maraknya peredaran berita hoax dan fake news. Untuk itu, media online perlu bersatu untuk membereskan konten-konten negatif tersebut, karena masalah ini tidak bisa diselesaikan oleh satu atau segelintir media online saja.
“Begitu banyak konten hoax dan fake news, namun justru konten seperti itu yang banyak di-share daripada yang benar. Maka membereskan konten hoax dan fake news ini tidak bisa media sendirian, tetapi media harus menghimpun diri,” ujar Wenseslaus, yang juga Pemimpin Redaksi Merdeka.com.
Seberapa pun besarnya himpunan media tersebut, menurut Wenseslaus, asosiasi media juga harus bekerja sama dengan lembaga lain, mulai Dewan Pers hingga Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo).
“Kerja sama juga harus dijalin dengan media sumber konten, dengan teman-teman di microblog seperti Twitter dan Facebook yang ada di muara sebelum konten disebarkan. Semuanya harus bekerja sama untuk mengatasi masalah itu. Di situlah perlunya regulasi. Kalau tidak mau rumah digital kita banyak tikusnya, maka rumah digital harus dibersihkan,” tuturnya.
Wenseslaus juga menyoroti banyaknya media lokal di daerah yang didirikan hanya dengan modal seadanya. Padahal sebetulnya mereka prudent dari sisi regulasi jurnalisme. “Di dunia digital ini, banyak sekali start up media yang didirikan oleh teman-teman dengan modal bambu runcing, modal seadanya. Di daerah itu banyak sekali, didirikan dengan modal Rp 20 juta, Rp 50 juta,” kata dia. (Herman/ Beritasatu)