Berita Wilayah DKI Jakarta
Pernyataan Sikap AMSI terkait Gugatan Menteri Pertanian terhadap Tempo
Editor DKI Jakarta
Kamis 18 September 2025

Jakarta, 18 September 2025
Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) menanggapi gugatan perdata yang diajukan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman terhadap PT Tempo Inti Media Tbk (Tempo) dengan nilai gugatan Rp 200 miliar. Gugatan tersebut didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor perkara 684/Pdt.G/2025/PN JKT SEL pada 1 Juli 2025.
Sengketa ini berawal dari pemberitaan Tempo edisi 16 Mei 2025 berjudul “Poles-Poles Beras Busuk” yang menyoroti kebijakan penyerapan gabah oleh Bulog berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional Nomor 14 Tahun 2025. Kebijakan tersebut memungkinkan pembelian gabah kualitas apa saja dengan satu harga Rp 6.500 per kilogram, untuk mengejar target cadangan beras nasional.
Kementerian Pertanian melalui Biro Komunikasi keberatan terhadap judul poster berita yang memuat diksi “busuk”, yang dinilai merugikan citra kementerian. Keberatan itu kemudian diajukan ke Dewan Pers.
Dewan Pers memfasilitasi mediasi dan mengeluarkan Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) yang berisi lima poin, antara lain: Tempo mengganti judul poster, melakukan moderasi komentar di media sosial, serta menyampaikan permintaan maaf kepada pihak pengadu. Seluruh rekomendasi tersebut telah dilaksanakan oleh Tempo, termasuk mengganti judul poster menjadi “Main Serap Gabah Rusak” pada 19 Juni 2025.
Meski demikian, pada 1 Juli 2025 Menteri Pertanian tetap mengajukan gugatan perdata terhadap Tempo, dengan alasan kerugian material dan immaterial yang ditaksir mencapai Rp 200 miliar. Sidang pertama digelar pada 15 September 2025 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) menyatakan sikap atas gugatan perdata terhadap Tempo yang dilakukan oleh Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, sebagai berikut:
- AMSI mengecam langkah pengajuan gugatan perdata ini karena sangat berpotensi menjadi preseden buruk bagi kebebasan pers dan demokrasi di Indonesia. Gugatan terhadap media pers — terutama mengenai pemberitaan yang mengulas kebijakan publik — bisa memicu efek jera (“chilling effect”) bagi jurnalis dan media, sehingga membatasi ruang kritik terhadap kebijakan publik. Padahal, pemberitaan yang berbasis fakta dan akurasi merupakan bagian penting dari fungsi pers sebagai pilar demokrasi dan kontrol sosial.
- Tudingan dan gugatan hukum dapat menjadi preseden yang buruk terkait kriminalisasi pers. Padahal, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers telah menegaskan bahwa sengketa pers diselesaikan melalui Dewan Pers. Melanjutkan sengketa ke jalur hukum perdata setelah mekanisme Dewan Pers ditempuh berpotensi melemahkan fungsi lembaga tersebut dan menciptakan ketidakpastian hukum bagi dunia pers.
- AMSI menyerukan agar semua pihak tetap membuka ruang dialog dan mediasi. Penyelesaian sengketa melalui musyawarah, komunikasi terbuka, dan mediasi diyakini lebih produktif dan menjaga iklim demokrasi sehat. Gugatan perdata seharusnya menjadi jalan terakhir bila upaya lain tidak membuahkan solusi adil.
- Karena Tempo telah melaksanakan rekomendasi Dewan Pers, AMSI berharap Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mempertimbangkan fakta tersebut dalam memutus perkara, agar prinsip kebebasan pers tetap terjaga.
- Kebebasan pers adalah salah satu pilar demokrasi yang harus dilindungi. Pejabat publik harus siap dikritik selama kritik tersebut didasari fakta, akurasi, dan etika jurnalistik. Media pers berhak menyuarakan isu publik, dan negara berkewajiban melindungi ruang tersebut.
AMSI menilai kasus ini menjadi momentum untuk mempertegas batas yang sehat antara kritik, pemberitaan, dan perlindungan reputasi pejabat publik. Sengketa pers sebaiknya tidak dibawa ke ranah perdata bernilai besar, karena berisiko menekan kebebasan media. Sebaliknya, penyelesaian melalui Dewan Pers harus didorong agar kebebasan pers dan demokrasi di Indonesia tetap terlindungi.
Hormat kami,
Ketua Bidang Advokasi AMSI